RAKYAT BALI, Denpasar - Himpunan Mahasiswa Ilmu Politik FISIP Udayana melaksanakan kegiatan diskusi dua arah mengenai isu Penundaan Pemilu 2024 bertempat di Ruang Terbuka Hijau Kampus Sudirman, pada hari Minggu (27/03).
Departemen Kajian Aksi dan Pendidikan, HIMAPOL FISIP Udayana membuka diskusi ini secara terbuka bagi seluruh Mahasiswa Universitas Udayana maupun khalayak luar yang ingin bertukar pikiran bersama dengan mengangkat tema “Wacana Penundaan Pemilu: Siasat Oligarki Abadikan Kekuasaan”.
Tema ini diambil berdasarkan isu hangat yang akhir-akhir ini berhasil menyita perhatian publik. Isu penundaan ini pertama kali diusulkan oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Nasional (PKB) Muhaimin Iskandar, untuk ditunda selama 1 (satu) atau 2 (dua) tahun kedepan. Usulan ini kemudian berhasil.
Melahirkan perspektif Pro dan Kontra di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Tidak berhenti sampai disitu, hal ini juga kemudian mengundang tanggapan dari berbagai partai politik yang kemudian pada tanggal 25 Januari 2022, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan tanggal pemilu pada tanggal 14 Februari 2024.
Baca Juga: Undiksha Sambut Baik Kehadiran GMNI di Buleleng
Jika dilihat dari segi Hukum, karakteristik penundaan pemilu nyatanya telah tercantum dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dalam pasal 431 ayat (1) dijelaskan bahwa “Dalam suatu hal sebagian atau seluruh wilayah Indonesia terjadi bencana alam, gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan pemilu itu ditunda, maka akan dilakukan pemilu tahap lanjutan.” Sebagaimana yang diatur dalam pasal 431 ayat (2) juga menyatakan bahwa “Apabila terjadi kerusuhan atau faktor lainnya yang mengganggu jalannya pemilu, maka dapat dilanjutkan dengan pemilu lanjutan”, ujar Bung Cadusa, Mahasiswa FH Unud dalam diskusi.
Selanjutnya dalam diskusi tersebut, Ridho Binsar mengatakan bahwa “berbicara mengenai perspektif politik, kita harus melihat lebih teliti fraksi-fraksi mana yang menolak maupun mendukung usulan penundaan pemilu 2024 ini. Apa yang menjadi dasar mereka menolak? Apakah mereka benar benar murni menolak karena ingin menjunjung tinggi demokrasi? Dan kita harus melihat kembali kebelakang tirai dari partai-partai yang menolak maupun mendukung usulan ini. Dan seharusnya jangan pernah ragu untuk menyampaikan argumen ini ke setiap wakil rakyat, baik tingkat provinsi kota, ataupun desa.”
Presma BEM UNUD periode 2018/2019, Bung Javents dalam diskusi juga turut mengutarakan pendapatnya, bahwa “Mahasiswa harus lebih menaruh perhatiannya pada isu-isu seperti ini, Mahasiswa bukan hanya sebagai agent of change ataupun pengawas sosial, tetapi harus menjadi insan yang sadar mengenai apa yang sedang terjadi dengan negeri ini. Dalam menanggapi mengenai hal-hal apa saja yang bisa dilakukan oleh mahasiswa terhadap isu-isu semacam ini, diskusi ini jangan berhenti sampai di sini saja, tetapi harus direalisasikan sebagai pernyataan mahasiswa terhadap isu ini. Kualitas gerakan ditentukan oleh kualitas diskusi. Kita harus melihat isu penundaan pemilu dengan melihat juga cita-cita reformasi tahun 1998, disaat munculnya pembatasan periodesasi jabatan presiden dan wakil presiden. Diluar pembicaraan mengenai pro dan kontra, apa wacana penundaan pemilu ini secara langsung telah menodai cita-cita reformasi. Dari hal ini kita dapat melihat bahwasanya wacana penundaan pemilu ini akan berkaitan dengan mengabadikan kekuasaan politik.” ujarnya
Artikel Terkait
Daftar UMP Terbaru Tahun 2022 Wilayah Jawa dan Bali
Konsisten Kritik Regulasi Retribusi Kintamani, GMNI Hukum Unud Datangi Bupati Bangli
Gandeng DPK GMNI Undiksha, MPR Gelar Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan
Undiksha Sambut Baik Kehadiran GMNI di Buleleng